Rabu, 29 Februari 2012

Asal Usul Negeri Passo

Asal Usul Negeri Passo
Nenek moyang penduduk asli Negeri Passo berasal dari Pulau Seram atau Nusa Ina tepatnya di daerah Hoamual. Saat itu terjadi perang besar-besaran antara  kelompok Patasiwa dan Patalima hingga penduduk yang mendiami daerah Hoamual merasa tidak aman. Akhirnya mereka melakukan perpindahan atau exodus dengan mengarungi lautan mencari daerah yang aman untuk dihuni.
Menurut orang Portugis istilah Passo berarti berada di tengah-tengah. Karena Negeri Passo terletak diantara dua jasirah yakni Jasirah Leihitu dan Jasirah Leitimur. Sedangkan menurut orang Belanda nama Passo berasal dari 2 kata yakni Pas dan So. Pas artinya surat jalan dan So artinya ya. Karena Passo letaknya strategis di persimpangan jalan maka Belanda membuat persinggahan ( pos penjagaan ) untuk memeriksa orang-orang yang datang dari daerah seberang yang melintasi Passo. Mereka harus menunjukan Pas ( surat jalan ). Jika Pas yang ditunjukan itu memang benar, maka Belanda menyebutnya dengan kata So. Akhirnya kedua kata itu menyatu dalam sebutan Passo. Sementara dalam bahasa tanah, Passo dalam arti sebenarnya ialah Paukalla artinya daerah atau tempat yang berkedudukan ditengah-tengah Jasirah Leihitu dan Leitimur sebagai pusat genting tanah Baguala ( Pulau Ambon ). Dari berbagai versi dapatlah dikatakan bahwa Passo memiliki makna berada di tengah-tengah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tua-tua adat Negeri Passodapat diketahui bahwa  penduduk asli Negeri Passo terbagi atas tiga kelompok. Kelompok yang pertama datang pada pertengahan abad ke-14 dengan menggunakan buaya sebagai alat transportasi mereka. Buaya ini bernama “Pakuela” ( artinya : tertancap, tinggal dan menetap ) dan berlabuh di Pelabuhan Baguala. Setelah berlabuh rombongan ini melanjutkan perjalanan ke daerah pegunungan yaitu “Gunung Ariwakang” yang berbatasan dengan Hitu dan menetap di situ.
           Di tempat ini bermukim sepuluh kepala keluarga yang terbagi dalam empat mata rumah yaitu Titariuw, Simauw, Tuatanassy dan Parera. Rombongan ini dipimpin oleh seorang kapitan yaitu Kapitan Tuatanassy. Konon katanya dulu Titariuw dan Simauw ( kakak dan adik ) berasal dari satu mata rumah yaitu mata rumah Titariuw.  Namun pada suatu saat Titariuw dan adiknya turun ke laut untuk bameti (mencari ikan ) tapi mereka dikejar oleh bangsa mata kucing( sebutan untuk bangsa Portugis) mereka pun lari ke gunung namun sang adik pun tertangkap karena sang adik telah tertangkap si kakak pun berjalan mundur agar menghilangkan jejak dan mendorong sebuah batu untuk menghalangi jalan ke negeri, batu ini dikenal dengan nama “Batu Pele”. Sampainya dia di negeri, dia pun diangkat menjadi pemimpin di negeri tersebut dengan gelar “Raja Hutan”. Namun, pemerintahannya tidak bertahan lama karena terjadi peperangan di Hitu yang mengancam keselamatan mereka sehingga mereka memutuskan untuk mencari tempat baru yang aman untuk dihuni.Sebelum melakukan perpindahan, mereka mengadakan musyawarah di baileo tua  (berupa pohon beringin yang dilingkari lilitan tujuh gelang emas). Dari hasil musyawarah tersebut diambil keputusan untuk menggulingkan batu guna mencari pemukiman yang baru. Batu tersebut digulingkan melalui pintu muka gunung dan melewati  Ohouw ( pesisir pantai Negeri Lama sekarang ) dan berhenti di Teluk Dalam. Untuk mengenang batu tersebut maka dibangun sebuah gereja yang posisinya sejajar dengan batu. Di Ohouw Titariuw dan adiknya sempat berkumpul.
           Akhir abad ke-14 datang rombongan ke-2 dari Pulau Seram dan tiba di teluk Tomatala( teluk Baguala ) di pantai Sikabiri dan Larier setelah itu mereka melanjutkan perjalanan dan mendiami lokasi Amamoni di pegunungan Tahola. Setelah agama Islam masuk Rombongan ini terdiri atas beberapa mata rumah yaitu Latupela, Sarimanela, Termature, Wattimury. Abad ke-15 menyusul rombongan ke-3 dengan perahu belang tiba di labuhan Tomalima di pantai Wayori. Kemudian menuju ke Amaory dan berdomisili disitu. Rombongan ini terdiri atas beberapa mata rumah yaitu Rinsampessy, Tuhilatu, Tomaluweng, dan Matuwalatupauw.
Abad ke-16 ( 1610 ) Belanda masuk menggantikan Portugis dan bertemu dengan penduduk yang sedang bameti. Kemudian meminta  untuk bertemu dengan pemimpin mereka yaitu Kapitan Tuatanassy. Namun kapitan tidak mau turun dan mengirim dua utusan yaitu Titariuw dan adiknya sesampainya di bawah Belanda bersikeras untuk bertemu dengan Kapitan Tuatanassy  sehingga Belanda menyuruh Titariuw kembali memanggil Kapitan akan tetapi kapitan Tuatanassy  tak kunjung datang. Karena hal inilah Belanda bertanya kepada Adiknya Titariuw “se mau jadi raja?” dan orang tersebut menjawab “mau” dan dia diangkat oleh Belanda menjadi raja, sejak saat itulah ia disebut “Upu Latu Simauw”.

-          Sosial Kemasyarakatan
Struktur sosial tradisonal tampak dalam pembagian tiga soa yaitu:
           - Soa Koli
           - Soa Moni
           - Soa Rinsama
Masing-masing soa mempunyai Kepala Soa yang berperan sebagai pemimpin soa berdasarkan garis keturunannya.
¡  Soa Koli
ú  Mata rumah Simauw   : teunnya bernama Lulupau
ú  Mata rumah Titariuw   : teunnya bernama Lulupau
ú  Mata rumah Parera      : teunnya bernama Paitoang
ú  Mata rumah Tuatanassy: teunnya bernama Marikering
¡  Soa Moni
        Pada soa ini hanya dua mata rumah yang memiliki teun, yaitu:
ú  Mata rumah Sarimanela         : teunnya bernama Lelima.
ú  Mata rumah Latupela            : teunnya bernama Prokosina
¡  Soa Rinsama
        Pada soa ini hanya dua mata rumah yang memiliki teun, yaitu :
ú  Mata rumah Tomaluweng      : teunnya bernama Hulubalang
ú  Mata rumah Tuhilatu             : teunnya bernama Lakora

-          Agama dan Kepercayaan
Dalam hidup keagamaan, Passo awalnya memeluk agama Islam ditandai dengan adanya bangunan Mesjid Tua di Pegunungan Tahola. Namun, mesjid tersebut kini telah hilang ditelan masa tetapi kepala dari mesjid ini masih ada di Ruhumoni, yang diyakini diambil tanpa sepengetahuan nenek moyang Negeri Passo yang pada saat itu sedang Bameti ( mencari ikan dan kerang ). 
Saat bangsa Portugis masuk penduduk Negeri Passo beralih dan memeluk agama Kristen Katholik yang dirintis oleh tokoh pekabaran injil Franxiscus Xaverius. Namun, setelah Belanda menggantikan Portugis dan berkuasa di Ambon sejak tahun 1605 maka jemaat-jemaat Katholik menjadi jemaat Protestan. Perkembangan gereja Protestan pada abad ke-17 dan ke-18 sangat suram terutama di Maluku ( Ambon ). Barulah dengan hadirnya pekabaran injil Pdt. Joseph Kham, gereja dapat berkembang lagi berkat usaha-usahanya yang keras.
Dan pada zaman pemerintahan Raja Karel Riddof Simauw direncanakan pembuatan sebuah gedung gereja yang representatife dan permanent direncanakan pendiriannya pada tahun 1895 tetapi baru bisa terlaksana pada tahun 1904. Peletakan batu pertama bangunan gereja baru dilakukan oleh Pdt. Leter Bour Van Waay dan Raja R. K. Simauw pada tanggal 19 Mei 1964. dan yang menjadi tukang dari bangunan ini adalah Bapak Benjamin Tanahitumesing anak negeri Passo sendiri. Gereja ini direhab dan direnovasikan dan sekarang dinamai “Gereja Menara Iman”.

-          Hubungan Pela
Negeri Passo  merupakan negeri yang mempunyai hubungan pela dengan Negeri Batu Merah. Bentuk persekutuan pela antara ke-2 negeri ini adalah “Pela Keras atau Pela Gnadong”. Dan perkawinan antara ke-2 masyarakat dilarang, mengenai terjadinya hubungan pela ini dituturkan sebagai berikut. Bahwa sekitar tahun 1509, utusan ke-2 negeri ini pergi ke Ternate untuk menyerahkan upeti kepada Sultan Ternate. Dalam pelayaran pulang dari Ternate ketika tiba di dekat pantai Pulau Buru, kora-kora dari Negeri Passo tiba-tiba mendapat kecelakan karena terkandas dan hamper tenggelam. Untunglah mereka ditolong oleh anak buah kora-kora dari Negeri Batu Merah yang dengan berusaha keras membantu memperbaiki kerusakan kora-kora Passo dan akhirnya mereka dapat mendarat di sebuah tanjung yang kemudian di berinama “Tanjung Pela”. Ditempat inilah ke-2 belah pihak sama-sama mengangkat sumpah untuk hidup rukun dan saling membantu seperti saudara gandong. Upacara adat pela ini disimbolkan dengan dua bilah panggayo yang diletakkan bersilang dan ditindih dengan sebuah batu .

-          Situs Bersejarah
-          Benteng Middleburg
Benteng ini pertama kali dibuat oleh Portugis kemudian pada tahun 1610 benteng ini jatuh ke tangan Belanda sesuai dengan masuknya Belanda ke negeri Passo dan setelah itu direnovasi guna memperkuat kedudukan Belanda di Passo. Benteng ini selesai di renovasi pada tahun 1700.
       Benteng ini terletak di Negeri Passo, Kecamatan Baguala, Kotamadya Ambon. Lokasi benteng berada di belakang pertigaan ruas jalan raya yang menghubungkan Passo-Natsepa dan Passo-laha. Saat ini benteng berada di tengah – tengah pemukiman penduduk, harus melewati halaman rumah jika hendak menuju ke benteng baik dari arah depan maupun belakang, sehingga sulit melihat sisa benteng dari arah jalan raya.
       Kondisi benteng telah rusak, sisa struktur yang ada hanya dua sisi dinding setinggi ± 5 meter yaitu dinding timur dan barat, pada dinding timur terdapat tiga buah jendela, dinding utara dan selatan hanya tersisa bagian pondasi saja. Denah dasar benteng adalah segi empat, ukuran bagian dalam ± 5 x 5 meter, dinding benteng tersusun dari bahan batu bata tanpa dilapisi plester dengan ketebalan ± 50 cm.
       Titik lokasi benteng berada pada daratan sempit yang diapit oleh teluk Binnen dan teluk Baguala. Menurut informasi, benteng ini menjadi pusat pengawasan aktifitas yang menghubungkan dua wilayah pada masa tersebut yaitu Leihitu dan Leitimur, berdasarkan pengamatan peta terbitan Belanda, kedua teluk dihubungkan oleh Kanal yang sekaligus menjadi akses menuju benteng. Sekarang ini karena proses pengendapan, garis pantai kini berjarak 100 meter dari lokasi benteng. Sayangnya, benteng ini tidak mendapat perhatian dari masyarakat maupun pemerintah setempat untuk melakukan berbagai upaya lanjut yang dapat mendatangkan income bagi daerahnya. Disamping minimnya pengetahuan masyarakat akan manfaat yang diperoleh jika dikelola dengan baik, tetapi juga pemerintah yang kurang mengetahui jelas tentang keberadaan tinggalan kolonial di Maluku.

-          Letak Geogerafis
Negeri Passo terletak di antara dua jazirah yaitu Jazirah leihitu dan Jazirah Leitimur.  Mempunyai dua pelabuhan yaitu labuhan Tomalima dalam Teluk Baguala dan labuhan Resilolo dalam teluk Ambon ( teluk dalam ).  Di  petuanan negeri  Passo terdapat empat batang air ( sungai ).  Tiga buah mengalir dari Jazirah Leitimur yaitu :  Waitanahitu ( air besar ), Waitatiri dan Waimahu, sedangkan yang mengalir dari Jazirah Leitimur adalah waiyori yang mengalir ke teluk dalam ( Ambon ) adalah Waitanahitu ( air besar ) dan tiga lainnya mengalir ke teluk baguala.  Passo memiliki dua macam iklim yaitu musim panas dan musim hujan.  Passo  sebagai negeri adat mempunyai petuanan ( wilayah kekuasaan ) yang termasuk di dalamnya kampung Negeri lama dan Nania.  Di sebelah Selatan, berbatasan dengan negeri Hutumuri, sebelah Utara dengan Hitu  dan  mamala, sebelah Timur  dengan suli, dan  sebelah Barat  dengan Halong  dan  Lateri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar